Lokasi rumah dekat dengan gereja GKJW dan gereja GPDI . Kalau anda pernah berkunjung ke Germany, dan merindukan suasana seperti itu, disinlah tempatnya.
Pakaian Adat Jawa
Pada waktu-waktu tertentu ibu-ibu menggunakan pakaian Kebaya lengkap dengan kondenya, sama seperti di Germany, pasti anda akan teringat muda mudi disana dengan riangnya bersenda gurau dengan berpakaian adat Bavarian. Yang wanita dengan anggunnya berpakaian Bavarian dengan rok setinggi lutut dengan bentuk melebar dan dengan bentuk lengan yang sedikit menggelembung, dengan corak dan motif warna yang ceria tapi tidak agresif dan tidak ngepress sehingga lekuk-lekuk tubuhnya tidak terlihat, sangat veminim tapi tidak porno sungguh anggun. Sedang si pria menggunakan celana tidak panjang tidak pendek dan celananya terikat ke pundak, dengan corak dan motif warna coklat, seperti nya terbuat dari kulit, sangat maco, sebenarnya aku pingin menyentuhnya tapi aku takut nanti mereka kira aku homo sex. Seharusnya pemerintah negara Kesatuan Republik Indonesia mempertahankan situs warisan leluhur kita dan memberi intensif, tidak berpangku tangan dan menyerahkan semuanya ini ke mekanisme hukum pasar bebas. Kalau disana mereka, muda-mudi orang tua, berani memakai pakaian Bavarian satu hari sampai seminggu penuh dalam beraktifitas sehari-hari, disini hanya ibu-ibu yang berani pakai pakaian Kebaya dan itupun hanya terbatas selama kegiatan keagamaan saja. Suatu pertanyaan Mengapa ? Karena pemerintah negara Kesatuan Republik Indonesia tidak memberi intensif pada situs warisan budaya ini. Intensif bukan berarti harus uang, jaminan keamanan juga merupakan bentuk dari intensif. Setiap bentuk pelecehan terhadap seseorang yang berpakaian Kebaya , seperti mengolok-olok atau bahkan hanya sekedar mencibir mulut sekalipun harus dihadapkan kepengadilan, dan tidak pandang-bulu termasuk kalau pelakunya anak-anak sekalipun, kan ada pengadilan khusus kejahatan anak-anak. Aku jadi teringat kata-kata yang pernah diucapkan oleh mantan bapak Persiden kita. Beliau mengatakan : "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung nilai-nilai luhur dari warisan leluhurnya". Dan memang benar negara kita pernah mendapat julukan "Macan Asia". Germany negara yang hancur berantakan karena kalah perang dan menjadi Negara termaju sedunia, bukan hanya menjunjung nilai-nilai luhur dari warisan leluhur mereka tapi juga melindungi, mengayomi dan menjadi garda terdepan dalam melesatarikan warisan leluhur mereka.
Gema Lonceng Gereja
Kalau anda pernah sekolah atau bekerja di Germany, sore hari, suasana nyaman disana, suara bising knalpot kendaraan sangat dibatasi disana, apalagi kadar gas buang dari kendaraan bermotor, wuah, aturannya sangat ketat. Pada bulan-bulan tertentu, matahari akan terbenam antara jam 8 sampai jam 9 malam, jadi sangat puas untuk melihat anak-anak bule dengan mama papanya berlarian kesana-kemari. Disaat capai, lambat laun terdengar dentang bunyi lonceng gerja, cukup lama, membuat hati ini seperi tersiram air hujan setelah lelah sehari beraktifitas. Kalau anda merindukan gema lonceng gereja, yang merdunya seindah dengan gema lonceng gereja di Germany disinilah tempatnya. Saya tidak tahu mengapa, perkiraan saya mungkin karena gereja ini sudah berumur ratusan tahun, yang berarti lonceng gereja tersebut masih asli bukan tiruan (tapi itu cuma perkiraan kasar saja). Sayangnya kalau di Germany anda bisa mendengar merdunya gema dentang lonceng gereja setiap hari, disini hanya setiap minggu atau setiap ada kegiatan ibadah lonceng gereja baru bisa kita nikmati gema merdunya.
Trade Mark Salak Suwaru
Selama ratusan tahun, nama "Salak Suwaru" sudah tersohor ke penjuru negeri, daerah ini terkenal karena salaknya dan buah bersisik ini menjadi ciri khas dari desa Suwaru. Salak ini terkenal karena buah yang lebih besar, hampir sekepalan tangan dan tebal dagingnya, selain itu, lebih masir serta segar karena berair, kalau pondoh kan kecil-kecil, renyah tapi tidak begitu berair, nah kalau salak dari desa Suwaru lebih berair. Budidaya buah ini adalah warisan turun temurun dari nenek moyang, kejayaan salak dari desa Suwaru mencapai puncaknya antara tahun 1970 sampai tahun 1997 an. Sayangnya, kejayaan "Salak Suwaru" saat ini sudah pudar, sudah jarang warga desa Suwaru yang bertani salak. Lahan yang dulu ditanami buah dari keluarga palem-paleman itu ini sekarang sudah beralih fungsi. Kalau anda yang pernah tinggal di Germany tentu kaget membaca tulisan diatas. "Kok bisa ya ?" . Di Germany sana, ada makanan yang bentuknya seperti sosis, bulat panjang, cuma warnanya tidak seperti lasimnya sosis pada umumnya, warnanya putih dan ada manik-manik hijau yang terbuat dari sayur-sayuran yang dipotong kecil-kecil. Rasanya sangat beda dari sosis pada umumnya, kalau sosis sapi aroma khas daging sapi akan terasa, kalau sosis ayam aroma khas daging ayam akan terasa, kalau sosis babi aroma khas daging babi akan terasa. Aroma sapi, ayam, babi hampir tidak terasa pada sosis ini. Cocok sekali dengan selera lidah orang Indonesia yang kalau tidak makan nasi tidak kenyang meskipun telah makan daging dan roti sebanyak apapaun. Setelah beberapa kali makan di hotel bintang 5, di retoran, di flohmarkt, di Oktoberfest, di Christmas markets atau dijamu oleh tuan rumah, saya menjadi heran kenapa mereka tidak pernah memilih sosis ini. Saya memberanikan diri untuk bertanya lebih dari 20 orang, mengapa mereka tidak pernah memilih sosis ini. Jawaban mereka : terjemahan bahasa jawa "blenger" . Lha kalau "blenger" mengapa terus disajikan ?, suatu pertanyaan yang muncul dibanak saya yang tidak pernah tahu pasti jawabannya. Sebenarnya bukan hanya sosis ini saja yang menjadi perhatian saya, masih banyak makanan lain atau hal-hal lain yang disajikan. Sejenak saya tertegun "Inilah Germany !". Angan saya melambung tinggi, saya jadi teringat ketika saya mendapat penataran P4 pola 120 jam dan penataran calon petatar P4. Di salah satu lembar transkripnya ada tertulis nasehat dari mantan bapak Persiden kita : "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung nilai-nilai luhur dari warisan leluhurnya". Disinilah letak kesalahannya mengapa Trade Mark "Salak Suwaru" yang menjadi ciri khas desa Suwaru ini kian lama kian pudar dan tak bisa bertahan di tengah gempuran zaman. Sudah saatnya keputusan politik tingkat atas harus diambil oleh pemerintah negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah tidak bisa berpangku tangan melepas semua ke makanisme hukum pasar bebas. Masyarakat butuh regulasi, masyarakat butuh intensif, masyarakat butuh pengayoman.
Alunan Lagu Gereja
Ada saatnya kalau kita pergi ke negeri yang sudah sangat maju peradabannya seperti Germany bahasa jawa "manah" kita ini menjadi sangat kosong, bagaimana ya menjelaskannya ?, bukan berarti kesepian, bukan berarti bingung dan linglung, bukan berarti disorientasi dan tak tau arah, bukan berarti bengong atau bahasa jawa "mlongo", sulit rasanya untuk menggambarkannya ?. Takjub yang super takjub, bukan berarti heran, sehingga seolah-olah kita seperti berada di dunia baru, di planet lain dengan peradaban yang lain. Untuk lebih menikmati sensasi "manah" yang tidak pernah saya rasakan selama hidup saya disini, saya duduk di kursi panjang dalam taman kota. Tamannya indah tertata rapi, banyak mobil lalu-lalang dengan kecepatan tinggi, tapi tidak berisik seperti disini, suara knalpot dan gas buang disana aturannya sangat ketat. Pengamen ada disana tapi tidak minta-minta seperti disini yang terkadang membuat kita risih. Orang mabuk, bu...uanyak disana tapi tidak menarget seperti disini yang terkadang kalau tidak diberi lalu main pukul. Yang membuat saya sangat takjub yaitu terkadang mereka manawari kita minum kalau kita sedang kedinginan, maklum udara normal disana bisa mencapai 10 derajat celcius, atau bahkan mereka memberi kita roti, tergantung apa yang ada dibenak pikiran pemabuk, ironis benar dengan disini, yah kalau disana mereka mabuk kebanyakan karena sedang happy, sedang dapat rejeki atau lainnya, kalau disini kan supaya kelihatan jagoan. Ditengah-tengah menikmati susasana "manah" yang sedang takjub ini, terdengar alunan lagu seperti ini , wah melayang rasanya jiwa ini jauh tinggi melambung keatas. Aku baru tersadar ketika pasangan muda-mudi bule, cantik, bermata biru dan berambut pirang, mengambil kamera merk Kodak dari genggamanku, mereka lalu tersenyum dan memotretku, wah tambah manisnya mereka berdua. Di desa ini, suara merdu alunan lagu gereja hampir setiap minggu terdengar, biasanya hari Rabo, Kamis, Jumat. Mereka bergilir dari rumah ke rumah. Ada suatu kedamaian di hati ini dan keteduhan di jiwa ini mana-kala mereka sadang mengalunkan lagu-lagu gereja, dan saya merasa terberkati bila sedang menikmati alunan suara merdu lagu-lagu gereja mereka. Bahkan ada kerinduan yang mendalam apabila lagu-lagu gereja tersebut tidak mereka nyanyikan dalam waktu lama. Tapi ada semacam ketakutan yang luar biasa dalam benak dan pikiran saya akan kelestarian suasana seperi ini, ada suatu ketakutan suasana seperti ini akan hilang seperti hilangnya "Trade Mark Salak Suwaru". Aku berharap pemerintah negara Kesatuan Republik Indonesia sesegera mungkin memberi perhatian khusus dan intensif pada situs warisan budaya ini, sebelum semuanya menjadi hilang lenyap ditelan angkara murka.
Persembahan Untuk Gereja
... bersambung ...
Alasan Dijual
Setelah membaca tulisan diatas lantas anda mungkin akan bertanya: "Lha kalau memang suasana disekitar kediaman saya begitu nyaman, lalu mengapa rumah dan tanah ini dijual ?". Ceritanya panjang sekali.
Berawal dari sewaktu saya masih SMP, di usia yang masih muda belia seperti itu saya sudah bisa merakit pemancar radio, bukan menjipalak sekema yang dijual di toko-toko, tetapi saya benar benar melakukan perhitungan matematika sendiri. Mulai dari jenis pamancar, penghitungan frekwensi, panjang gelombang, pancaran radiasi antena, bentuk antena, bentuk kumparan, dan seterusnya. Waktu itu mantan bapak Persiden kita masih hidup, jadi semua kebutuhan mudah didapat.
Berlanjut ketika saya SMA, ketertarikan saya pada teknologi semakin meruncing, ayah saya pensiun, saya harus kost, saya melihat teman kost, pemuda Menwa mahasiswa Kedokteran UNAIR membawa komputer Sinclair 8 bit micropocessor, monitornya menggunakan TV hitam putih, saya begitu tercengang melihatnya, ini yang memotifasi saya untuk terus mendapatkan nilai A pada matematika, fisika, kimia
Berlanjut ketika saya menjadi mahasiswa di perguruan tinggi negeri ternama. Sayangnya ketika hasrat untuk mencapai cita itu sedang membara, berita duka menghampiri saya, ayah saya meninggal. Sedih, orang tua yang saya banggakan meninggal. Takut, siapa yang akan membiayai kuliah saya. Saya putuskan untuk menjadi gembel di kampus, makan tidur mandi cuci, semuanya dikampus. Prinsip saya : Saya harus tetap hidup dengan NOL rupiah. Yah, kalau aku ingat, semua itu tak lepas dari kepemimpinan mantan bapak Persiden kita.
Waktu terus berjalan dengan indahnya, tanpa rupiah sama sekali ditangan, tapi saya merasa sangat bahagia dan sangat sentausa. Sakit parah tanpa uang ?, ada dokter cantik yang mengobati saya. Riset ini itu, percobaan ini itu, belajar ini itu, semuanya bebas, dan free. Saya merasa : hidup saya, jiwa saya, roh saya benar benar untuk teknologi komputer.
Waktu sangat cepat, saya akhirnya menjadi staff pengajar di almamater kebanggaan saya. Tapi dititik inilah awal sesuatu yang tak nyaman pada hidup saya. Alamamater saya tidak lagi menyuport saya. Saya mengirim surat pada Mabes ABRI/TNI tentang angan-angan, disain, rancangan saya. Dua puluh lima tahun lebih, akhirnya kamikase drone benar-benar dipergunakan untuk perang, dan Negara tercinta ini hanya jadi pembeli dan pembeli. Saya akhirnya jadi kutu loncat dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain, tapi semuanya sama, tidak ada yang menyuport saya.
Diusia yang sudah tua ini, saya masih ingin tetap berkiprah didunia teknologi, terus dari mana dananya ?, ya dengan menjual rumah inilah sumber dananya. Sebenarnya banyak contoh-contoh anak bangsa ini yang harus rela menjual semua hartanya agar mereka tetap berkiprah didunianya. Ada dokter yang harus rela menjual rumahnya agar dia tetap bisa mengabdikan diri di tanah air tercintanya. Jangankan harta, nyawapun mereka persembahkan untuk tanah air tercintanya, dan itu bukan isapan jempol belaka, benar-benar ada, dokter yang hati, jiwa, rohnya benar benar seorang dokter, tanpa perbekalan dan tanpa peralatan tempur yang memadai, tidak seperti beberapa cendekiawan dikota yang kaya raya dan sombong tak berperasaan, meninggal karena keadaan dimana dia mengabdi sangat buruk.
Salah satu selogan yang sangat saya benci, sangat memuakan, teramat sangat menjijikan, "Kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah !". Saya jadi teringat lagunya Iwan Fals"Masih banyak, teramat banyak untuk disebutkan". Yang jadi pertanyaan bodoh : Ketika saya masih muda, mengapa saya begitu bodoh untuk tidak ikut lari bersama mereka ke negeri antah barantah?. Di negeri antah barantah mereka di suport 100%, mereka tidak kaya disana, semuanya hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan menyekolahkan anak. Tapi hati, jiwa dan roh mereka, bersorak-sorai.
Foto
Johanes Gumabo homeBuild : 2024-07-24, 10:30 : Visitor Screen : x Visitor Counter ( page / site ) : 2,105 / 159,215 Visitor ID : : Visitor IP : 18.116.28.79 : Visitor Provider : AMAZON-02 : Provider Position ( lat x lon ) : 39.962500 x -83.006100 : x Provider Accuracy Radius ( km ) : 1000 : Provider City : Columbus : Provider Province : Ohio , : , Provider Country : United States : Provider Continent : North America : Visitor Recorder : Version : Visitor Recorder : Library : Home Page : Version : Home Page - 24.07.24 - march=x86-64 - mtune=generic - fedora-38 Home Page : Library : lib_c - 23.02.07 - march=x86-64 - mtune=generic - fedora.36 Very long time ago, I have the best tutor, Wenzel Svojanovsky . If someone knows the email address of Wenzel Svojanovsky , please send an email to johanes_gumabo@yahoo.co.id . If error, please print screen and send to johanes_gumabo@yahoo.co.id Under development. Support me via PayPal.